Anak Cerdas dan Berbakat Adalah Anak Anda

Anak Cerdas - Renungan untuk para orang tua yang hatinya lembut bahwa setiap anak yang dilahirkan adalah unik , cerdas dan berbakat. Itu adalah anak kita tinggal bagaimana upaya kita untuk menemukan lebih dini. Ada sebuah kisah inspiratif yang menarik. Suatu ketika , ada sebuah keluarga yang memiliki 3 orang anak, dimana salah satu dari anak mereka yang sulung dianggap keras kepala dan bodoh oleh orang tuanya dibanding dua anaknya yang lain. Fadli nama anak itu. Fadli terlahir sebagai anak sulung , ketika keadaan keluarga mereka sedang terpuruk. Ayah Fadli masih kuliah dan bekerja serabutan untuk membiayai kuliah dan rumah tangga. Mungkin karena kurang gizi selama kehamilan itu hingga membuat Fadli tumbuh dengan tidak sempurna. Diapun kurang gizi. Tidak seperti dua saudara lainnya Fahmi dan Hana yang lahir saat ekonomi kedua orang tuanya membaik. Ayah Fadli mendapatkan karir yang bagus di sebuah Perusahaan Milik Negara. Kedua putra putri yang lahir setelah Fadli mendapatkan lingkungan yang baik dan gizi yang baik pula. Makanya mereka di sekolah cukup pandai. Orang tua ini tahu betul bahwa kemajuan generasi ditentukan oleh ketersediaan gizi yang cukup dan lingkungan yang baik.

Tapi keadaan ini tidak pernah mau diterima oleh ayah Fadli. Dia punya standar yang tinggi terhadap anak-anaknya. Dia ingin semua anaknya seperti dia. Pintar dan cerdas. “ Masalah Fadli bukan bodoh, tapi dia malas. Itu saja. “ Kata ayah Fadli berkali-kali. Seakan dia ingin menepis tentang ketersediaan gizi sebagai pendukung anak jadi cerdas. “ Aku ini dari keluarga miskin. Makanpun tanpa tahu ada gizi apa enggak. Tapi nyatanya aku berhasil. “Kata ayah Fadli setiap kali berdebat.

“Selalu merah dan merah raport mu ya…!”Bodoh sekali kamu!”Kata Ayah Fadli sambil melemparkan buku raport sekolah Fadli. Sambil berdiri dari tempat duduknya kemudian dia menempeleng pipi Fadli dengan keras berkali-kali. Fadli menangis, “ Ampun, ayah .. maaf …yah..” Katanya dengan suara parau. Wajahnya memancarkan rasa takut. Airmatanya berhamburan keluar. Matanya nanar meminta belas kasihan ayahnya. “Lihat adik-adikmu! Mereka semua pandai di sekolah. Mereka rajin belajar. Ini kamu anak tertua malah bisanya cuma menggambar kandang ayam! Mau jadi apa kamu nanti ?. Mau mencoreng muka ayahmu ya…ha!“ . Dengar itu! “ Kata ayah Fadli sambil berdiri dan masuk kamar tidur. 

Keesokan harinya… Ayah Fadli hanya diam. Dia malu dengan tidak naik kelasnya Fadli. Ayah Fadli ingin memisahkan Fadli dari adik-adiknya agar jelas mana yang bisa diandalkannya dan mana yang harus dibuangnya. Tetapi bagaimanapun juga, Fadli tetaplah putranya . Dia tak berdaya.

Sepeninggal ayahnya, sebagaimana yang diajarkan guru mengajinya, Fadli merintih sambil melihat langit-langit rumahnya,“Fadli udah belajar sungguh sungguh, Tuhan, Tuhan kan lihat sendiri” kata Fadli dengan suara berbisik. “Tapi Fadli memang enggak pintar seperti Fahmi dan Hana. Kenapa ya Allah….” Ayah Fadli pintar tapi Fadli kok enggak juga pintar… “. Fadli telah mengecewakan Ayah Bunda, Ya Allah.“
Tak terasa Fadli kini sudah satu tahun tamat dari Sekolah Madrasah Aliyah atau setingkat SMA. Fahmi kelas 2 SMA dan Hana kelas 3 SMP. Tetapi tidak sekalipun Ayah Fadli menyuruhnya melanjutkan ke Universitas. “ Nilai rapor dan kemampuannya tak bisa masuk universitas. Sudahlah. Aku tidak bisa mikir soal masa depan dia. Kalau dipaksa juga masuk universitas akan menambah beban mentalnya. “ Demikian alasan orang tuanya. Sejak itu Fadli waktunya lebih banyak dihabiskan di Masjid dibandingkan di rumah. Kadang dia pilih untuk bermalam di masjid kampung yang berada di luar komplek perumahan orang tuanya. Mungkin karena inilah orang tuanya semakin kesal dengan Fadli karena dia bergaul dengan orang kebanyakan. Ayah Fadli sangat menjaga reputasinya dan tak ingin sedikitpun tercemar. Mungkin karena dia malu dengan cemoohan dari tetangga maka dia kadang marah tanpa alasan yang jelas kepada Fadli. Tapi Fadli tetap diam. Tak sedikitpun dia membela diri.

Karena seringnya dimarahi, Fadli lebih banyak diam. Dia makan tak pernah berlebihan dan tak pernah bersuara selagi makan sementara adiknya bercerita banyak soal disekolah dan ayah mereka menanggapi dengan tangkas untuk mencerahkan. Walau dia satu kamar dengan adiknya namun kamar itu selalu dibersihkannya setelah bangun tidur. Tengah malam dia bangun dan sholat tahajud dan berzikir sampai sholat subuh. Dia sangat mandiri dan hemat berbicara. Setiap hendak pergi keluar rumah, dia selalu mencium tangan kedua orang tuanya. Beda sekali dengan adik adiknya yang serba cuek dengan gaya hidup modern.

Hingga suatu saat kejadian diluar dugaan yang selalu membayang di hati Fadli adalah ketika beberapa polisi menuju kerumah mereka. Pihak kepolisian telah mengendus bahwa Fadli dan rekan-rekannya mencuri di salah satu rumah yang ada di komplek perumahan mereka. Orang tuanya terkejut bukan kepalang. Benarkah itu? Fadli sujud dikaki ayahnya sambil berkata “ Fadli tidak mencuri , Ayah. Tidak, Tolong ayah percaya sama Fadli. Kami memang sering menghabiskan malam di masjid tapi tidak pernah keluar untuk mencuri.” Ibunya menangis histeris ketika Fadli dibawa kekantor polisi. Ayahnya dengan segala daya dan upaya membela Fadli. Alhamdulilah Fadli dan teman temannya terbebaskan dari tuntutan itu. Karena memang tidak ada bukti sama sekali. Mungkin ini akibat kekesalan penghuni komplek oleh ulah Fadli dan kawan kawan yang selalu berzikir dimalam hari dan menggangu ketenangan tidur.

Tapi akibat kejadian itu , ayahnya mengusir Fadli dari rumah. Fadli tidak protes. Dia hanya diam dan menerima keputusan itu. Sebelum pergi dia rangkul Bundanya ” Bunda , maafkan Fadli…. Fadli belum bisa berbuat apapun untuk membahagiakan Ayah dan Bunda. Diapun memandang adiknya satu satu. Dia peluk mereka satu persatu “ Jaga ayah dan bunda ya. Jangan tinggalkan sholat. Kalian sudah besar .” demikian pesan Fadli. Ayah Fadli nampak tegar dengan sikapnya untuk mengusir Fadli dari rumah. 

“Ayah.., Dimana Fadli akan tinggal. “ Kata Bunda Fadli dengan batas kekuatan terakhir untuk membela Fadli. 

“Itu bukan urusanku. Dia sudah dewasa. Dia harus belajar bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri. 

Tak terasa sudah enam tahun Fadli pergi dari Rumah. Tanpa berita tanpa khabar. Orang tuanya tidak tahu bagaimana kehidupannya. Apakah dia lapar. Apakah dia kehujanan saat hujan karena tidak ada tempat bernaung. Mereka seakan tidak mau tahu. Namun dari SMS Fadli kepada adik-adiknya , mereka tahu anaknya baik-baik saja. Fadli selalu menitipkan pesan kepada adik-adiknya, “ Jangan tinggalkan sholat. Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita siang dan malam. Setiap ada kesempatan dia selalu memberikan khabar kepada orang tuanya walaupun orang tuanya tidak menginginkan hal tersebut. Dari khabar itu mereka tahu Fadli berpindah-pindah kota. Pernah di Jakarta, Bali dan selama tiga tahun dia bekerja di luar negeri. Hingga akhirnya Fadli menetap di kota kecil Banyuwangi ,Fadli membuka usaha percetakan dan reklame. Dimana ketika masih kecil dia suka sekali menggambar namun hobi ini selalu dicemoohkan oleh ayahnya. 

***
Berbeda dengan kehidupan orang tua Fadli bersama adik-adiknya yang menikmati kekayaan rupiah dari ayahnya. Fahmi berkendaraan mewah saat kuliah dengan kartu saldo bank yang berisi penuh. Hanapun sama. Karir ayahnya semakin tinggi. Lingkungan sosial mereka semakin berkelas.

Tiba-tiba……Prahara datang kepada keluarga mereka. Ayah Fadli tersangkut kasus Korupsi. Selama proses pemeriksaan itu dia dinonaktifkan. Selama proses itupula ayah Fadli nampak murung. Kesehatannya mulai terganggu. Ayah Fadli mengidap hipertensi. Dan puncaknya , adalah Ayah Fadli divonis terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Dan dipenjara. Rumah dan semua harta yang selama ini dikumpulkan disita oleh negara. Media maassa memberitakan itu setiap hari. Reputasi yang selalu dijaga oleh suamiku selama ini ternyata dengan mudah hancur berkeping keping. Harta yang dikumpul, sirna seketika. Mereka sekeluarga menjadi pesakitan. Fahmi malas untuk terus kuliah karena malu dengan teman temannya. Begitu sebaliknya dengan Hana tak ingin melanjutkan kuliah.

Selama dibalik terali besi isteri dan dua anak kebanggaannya tidak sekalipun menjenguk dengan alasan malu punya ayah koruptor, tiba-tiba ayah Fadli melihat sosok pria gagah berdiri didepan pintu penjara dengan senyuman khasnya. Dia menghambur kedalam pelukan ayahnya. “ Maafkan aku ayah, Aku baru sempat datang sekarang sejak aku mendapat khabar dari Bunda tentang keadaan ayah. “ katanya. Kehadiran Fadli di penjara telah membuat suasana ayah Fadli menjadi lain. Hati yang keras hancur berkeping-keping. Ego yang dipertahankan telah runtuh. Rasa bersalah menggelayut dipundak ayah Fadli.

“Manusia tidak dituntut untuk terhormat dihadapan manusia tapi dihadapan Allah. Harta dunia, pangkat dan jabatan tidak bisa dijadikan tolok ukur kehormatan. Apa yang menimpa keluarga kita sekarang bukanlan azab dari Allah. Ini karena Allah cinta kepada Ayah dan kita semua. Kita harus mengambil hikmah dari semua ini untuk kembali kepada Allah dalam sesal dan taubat. Agar bila besok ajal menjemput kita, tak ada lagi yang harus disesalkan, Karna kita sudah sangat siap untuk pulang keharibaan Allah dengan bersih. “

Seusai Fadli berbicara , ayah Fadli menangis. Fadli yang tidak pintar sekolah, tapi Allah mengajarinya untuk mengetahui rahasia terdalam tentang kehidupan dan dia mendapatkan itu untuk menjadi pencerah hati dan menuntun dalam taubat nasuhanya.

No comments

Powered by Blogger.